Sunday, May 1, 2016

Pendidikan ku jauhkah dari pendidikan mu??


Berbicara mengenai pendidikan akan selalu menjadi bahasan yang sangat menarik. Bagaimana tidak, sejak dahulu pendidikan formal ditingkat Sekolah Dasar adalah salah satu permasalahan utama yang menjadi perhatian bagi bangsa kita. Ironisnya masalah pendidikan ini masih saja sama belum diatasi secara menyeluruh. Seperti soal ketidakmerataan pendidikan.
Kunjungan swara kampus Kedaulatan Rakyat, sabtu (30/04/2016) di salah satu Sekolah Dasar yang letaknya dilereng gunung merapi tepatnya di desa Tambakan Bimomartani, Sleman. SD Muhammadiyah Macanan namanya. Kecil, terpencil, dan sederhana.
Apa kabar pendidikan Indonesia didaerah yang sulit dijangkau, tertingal dan perbatasan? Pertanyaan seperti itulah yang sering muncul dibenak kita ketika membicarakan masalah pendidikan. Seperti halnya di Sekolah Dasar yang saya dan rekan-rekan kunjungi. Sekolah dengan fasilitas yang seadanya, bangunan yang dapat dibilang sudah cukup memadahi namun masih jauh apabila dibandingkan dengan sekolah yang letaknya dikota. Banyak masyarakat sekitar yang kurang peduli terhadap pendidikan. Latar belakang dari pendidikan masyarakat setempat yang hanya lulusan SMA/SMP yang menjadikan kurangnya rasa kepedulian terhadap pendidikan. Padahal pendidikan adalah pondasi suatu bangsa untuk mencapai keterdepanan. “sekolah dipinggiran yang jauh dari kota, tapi sekolah ini ada” ujar ibu Ailis safitri selaku kepala sekolah di SD Muhammadiyah Macanan tersebut. Berada di daerah pinggiran atau perbatasan dan sulit untuk dijangkau pastinya menjadi kendala bagi sekolah tersebut.
Walaupun berada didaerah pinggiran atau perbatasan, sekolah tersebut menawarkan program yang tidak kalah dengan sekolah di kota. Tapi tentunya, pelaksanaan program tidak semaksimal sekolah di kota yang mudah dalam bidang akses dibanding dengan sekolah tersebut. Proses pendidikan masih terbatas dalam bidang akses, sarana dan prasarana. Untungnya, kepala sekolah dengan sigap dan tekad yang kuat memberikan yang terbaik untuk sekolah tersebut.
Jika berbicara mengenai keterbatasan yang ada, yang perlu menjadi sorotan adalah kurangnya tenaga pendidik disekolah tersebut. Tidak relevan antara jumlah tenaga pendidik dengan peserta didik. Dimana jumlah tenaga pendidik hanya 14 orang sedangkan peserta didik dari kelas satu sampai kelas enam sekitar 180 peserta didik. Jumlah ini sangat jauh rentangnya. Sehingga pendidik pastinya sering kewalahan dalam mengatasi hal tersebut. Sedihnya lagi, tenaga pendidik disekolah tersebut belum ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sedangkan pendidik yang sudah tersertifikasi baru empat orang pendidik. Ini patut menjadi sorotan bagi pemerintah. Dimana daerah terpencil juga membutuhkan tenaga pendidik dengan SDM yang bagus dan hidup yang terjamin.
Akan tetapi dengan berbagai keterbatasan yang ada disekolah tersebut, tidak menjadikan pendidik merasa terbelakang dan enggan untuk memajukan sekolah. Namun, dengan keterbatasan yang dialami saat ini, mereka (pendidik) jadikan sebagai pelajaran untuk tetap selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sepenuh hati ikhlas dengan tujuan ingin mencerdaskan anak bangsa. Memposisikan diri sebagai wali murid di sekolah, menciptakan suasana senang bagi peserta didik. Dengan rasa senang, maka belajarpun menjadi menyenangkan.
Anak-anak di sekolah tersebut memiliki keinginan kuat untuk belajar. Apabila ditanya cita-cita, mereka menjawab ingin menjadi guru, dokter, polwan, polisi, dan cita-cita yang mulia lainnya. Mereka memiliki inpian yang tinggi dan semangat yang tak kunjung padam. Mereka akan terus berkembang dan maju lebih jauh lagi. Mereka adalah generasi emas yang akan membanggakan NKRI.  


Selamat hari pendidikan nasional. semoga pendidikan di Indonesia semakin merata, merakyat serta membaik.




0 comments:

Post a Comment